Selasa, 01 April 2014

Cerpen 336 Hari Matahari

366 Hari Matahari

366 Hari Matahari
Buku diary yang kusam dan penuh debu. Entah siapa gerangan pemiliknya.

Matahari Ke-1 (Mata yang terpejam)
22 Jam…
Kau masih terlelap dalam tidurmu. Aku melihat senyuman manis menghiasi wajahmu. Seolah-olah ingin menunjukkan, “Aku baik-baik saja bunda.” Bunda tau itu, nak.

Matahari ke-2 (Tak ada perkembangan, bu)
10 jam berlalu semenjak dokter dan suster datang memeriksa kondisimu. Namun pernyataan mereka membuatku kecewa. “Sementara ini belum ada perkembangan yang berarti, bu,” tegas dokter.

Matahari ke-3 (Ayah pergi dulu ya, nak!)
Pagi tadi ayah datang menengokmu. Sejenak meninggalkan rutinitas kerjanya di Papua untuk meluangkan waktu bersama kita. Namun, kau masih enggan untuk membuka mata. Padahal, tadi ayah sempat membisikimu sesuatu, “Ayah datang, nak! Lekas bangun, ada sesuatu untukmu.” Setelah itu kami pergi ke Masjid, meninggalkanmu barang sejenak untuk mendoakan kesembuhanmu.

Matahari ke-7 (Bertahan atau Cacat?)
“Bu, kalau sampai Matahari dapat bertahan, kemungkinan besar dia akan menjadi cacat dengan kehilangan penglihatan dan pendengaran atau dalam istilah medis dikenal dengan sebutan Ceberal palsy,” tutur dokter Hamdan panjang lebar. Aku tersentak, “Nggak dok, saya yakin pasti akan ada keajaiban bagi Matahari,” aku berusaha mempertahankanmu, “Tolong usahakan yang terbaik bagi putri saya. Apapun itu, asalkan dia bisa kembali ke dalam pelukan saya, dok.”

Matahari ke-35 (Kedipan matamu)
Ini benar-benar Minggu yang indah. Apa yang divoniskan dokter padamu tak terbukti. Hari ini kau menggerakkan tanganmu dan perlahan mengedipkan mata. Walau hanya itu saja yang bisa kau lakukan, aku tetap bersyukur. Itu berarti masih ada harapan bagi kami untuk melihat senyum paling manis pertama kali sejak kau tertidur.

Matahari ke-70 (Tak ada apa-apa)
Aku tetap setia menunggumu dan terus berharap keajaiban dari Tuhan seperti 35 hari yang lalu. Namun sepertinya, doaku masih di tangguhkan oleh-NYA. Rupanya, kau masih mengantuk ya?

Matahari ke-98 (Hening)
Suara nafas itu sama sekali belum terdengar meski samar-samar. Suara yang paling jelas terdengar adalah suara alat-alat kedokteran yang menopangmu agar tetap hidup di dunia. Hening.

Matahari ke-99 (Takdirmu, anakku)
Matahari bergerak pelan ke arah Barat, memberikan tugas pada sang bulan dan bintang untuk saling menerangi malam. Aku menengok situasi luar, menyingkap gorden bergantian dengan menatapmu, Matahari. Ini sudah hampir hari ke-100 semenjak kau divonis mengidap penyakit Meningitis oleh dokter yang menanganimu. Bunda takkan menyerah mempertahankanmu, nak. Kau yang dengan susah payah aku rawat dalam rahimku selama 9 bulan lebih 10 hari, agar terlahir ke dunia dan menjadi oase di tengah-tengah kegersangan. Kau yang menjadi satu-satunya putri cantik di keluarga besar kami. Kau juga yang satu-satunya di antara ke-7 cucu Mbah Kung yang terserang virus terkutuk, hingga menyebabkan kau tergolek lemah di ranjang ruangan bercat serba putih.

Matahari ke- 100 (Selamat datang ke dunia)
Beberapa tahun silam, saat keluarga tahu janin yang ada di kandunganku adalah seorang perempuan. Mertuaku yang paling bahagia, sebab jika bayi ini lahir dialah satu-satunya yang paling cantik di antara ke-7 cucunya. Kebahagiaan itu benar-benar nyata. Ketika kami mendengar suara tangismu untuk pertama kalinya. Kau menangis bukan karena sakit, namun kau menangis karena kaget dan belum siap saat harus berpisah dengan bunda di dalam kandungan. Saat itu ayahmu langsung membisiki suara adzan di telinga kananmu, dan suara iqamah di telinga kirimu. Sesuai apa yang diajarkan dalam Islam.

Matahari ke-202 (Selamat ulang tahun Putri Matahari)
Menengok isi meja ada boneka Barbie, sepatu roda bewarna pink, kaos angry bird, dan banyak cokelat serta kue tart lengkap dengan lilin berbentuk angka satu dan dua. Disana sudah menunggu Ayah, Bunda, mas-masmu, Paklek-Bulek yang mengajak ke-3 anaknya, yang juga sepupumu. Serta ada Mbah Kung dan Mbah Putri yang setia di sisi kananmu. Kami semua berkumpul disini untuk merayakan hari kelahiranmu. Bersama-sama Meniup lilin dan berdoa kepada Sang Khalik yang memberimu hidup, agar kau lekas kembali menjadi Putri Matahari seperti dulu, bukan Putri Tidur seperti sekarang. “Selamat ulang tahun putri kecil ayah. Ayah bahagia kau masih sanggup bertahan. Teruslah bertahan semampumu. Kami semua setia menanti kehadiranmu kembali.”

Matahari ke-317 (Filosofi bunga Matahari)
Dari namamu, Matahari. Kami berharap kau benar-benar menjadi putri yang bersinar persis seperti filosofi bunga Matahari, “Bunga Matahari tampak sangat indah, memesona dengan warna khasnya. Tidak begitu seanggun dan seindah Mawar mungkin, tapi dengan gagah iya sangat terlihat kuat. Bunga matahari akan selalu menghadap dimana ada cahaya matahari, dia selalu mencari cahaya untuk membantu ia tumbuh bahkan merekah indah.”

Matahari ke-325 (Jangan jadi putri tidur)
Bangunlah anakku sayang. Bunda ingin melihatmu tertawa ceria, bergembira serta bercanda bersama teman sebayamu. Bunda ingin melihatmu tumbuh menjadi gadis yang cantik, pintar dan hidup penuh dengan kebahagian. Itulah impian setiap bunda pada anak gadisnya. Bunda ingin mendengar celotehan lucu dan tak penting, khas anak sebayamu. Bisakah kau mendengar apa yang bunda katakan ini, nak? Jika ya, berilah bunda isyarat walau hanya menggerakkan jari kelinglingmu. Kamu dengar sayang?

Matahari ke-366 (Jadilah bunga Matahari)
Jika kau masih tak bisa bangkit dari ranjang putih empukmu. Jadilah Matahari seperti filosofi Bunga Matahari yang indah, “Bunga matahari itu mengajarkan ketegaran dalam hidup. Kita tidak boleh menyerah dalam menghadapi masalah dalam hidup kita, seberat apapun masalahnya. Seperti bunga matahari, kita juga harus dengan berani menatap Sang Mentari, menapak hari esok. Karena matahari tidak hanya bersinar untuk kita, dan tetap harus berusaha menemukan cahaya kehidupan untuk membantu kita menjadi kuat dan kokoh.”

*Penyakit Meningitis adalah penyakit yang menyerang sistem saraf di otak sehingga mengakibatkan peradangan pada selaput pelindung sistem saraf pusat.

Cerpen Karangan: Farah Meutia

Facebook: Farah Meutia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar